Lembaga Keuangan Syariah
mau artikel lebih banyak klik disini link
Lembaga bisnis Islami (syariah) merupakan salah satu instrument
yang digunakan untuk mengatur aturan-aturan ekonomi Islam. Sebagai bagian dari
sistem ekonomi, lembaga tersebut merupakan bagian dari keseluruhan sistem
sosial. Oleh karenanya, keberadaannya harus dipandang dalam konteks keseluruhan
keberadaan masyarakat (manusia), serta nilai-nilai yang berlaku dalam
masyarakat yang bersangkutan. Islam menolak pandangan yang menyatakan
bahwa ilmu ekonomi merupakan ilmu yang netral-nilai.[1] Padahal ilmu
ekonomi merupakan ilmu yang syarat orientasi nilai.
Sebenarnya,
bisnis secara syariah tidak hanya berkaitan dengan larangan bisnis yang
berhubungan dengan, seperti masalah alkohol, pornografi, perjudian, dan
aktivitas lain yang menurut pandangan Islam seperti tidak bermoral dan
antisosial. Akan tetapi bisnis secara syariah ditunjukan untuk memberikan
sumbangan positif terhadap pencapaian tujuan sosial-ekonomi masyarakat yang
lebih baik. Bisnis secara syariah dijalankan untuk menciptakan iklim bisnis
yang baik dan lepas dari praktik kecurangan.
Dalam segenap aspek kehidupan bisnis dan transaksi, dunia Islam
mempunyai sistem perekonomian yang berbasiskan nilai-nilai dan prinsip-prinsip
Syariah yang bersumber dari Al Quran dan Al Hadits serta dilengkapi dengan Al
Ijma dan Al Qiyas. Sistem perekonomian Islam, saat ini lebih dikenal dengan
istilah Sistem Ekonomi Syariah.
Al Quran mengatur kegiatan bisnis bagi orang-perorang dan
kegiatan ekonomi secara makro bagi seluruh umat di dunia secara eksplisit
dengan banyaknya instruksi yang sangat detail tentang hal yang dibolehkan dan
tidak dibolehkan dalam menjalankan praktek-praktek
sosial-ekonomi. Para ahli yang meneliti tentang hal-hal yang ada
dalam Al Quran mengakui bahwa praktek perundang-undangan Al Quran selalu
berhubungan dengan transaksi. Hal ini, menandakan bahwa betapa aktivitas
ekonomi itu sangat penting menurut AlQuran.
Ekonomi Syariah menganut faham Ekonomi Keseimbangan, sesuai
dengan pandangan Islam, yakni bahwa hak individu dan masyarakat diletakkan
dalam neraca keseimbangan yang adil tentang dunia dan akhirat, jiwa dan raga,
akal dan hati, perumpamaan dan kenyataan, iman dan kekuasaan. Ekonomi
Keseimbangan merupakan faham ekonomi yang moderat tidak menzalimi masyarakat,
khususnya kaum lemah sebagaimana yang terjadi pada masyarakat kapitalis. Di
samping itu, Islam juga tidak menzalimi hak individu sebagaimana yang dilakukan
oleh kaum sosialis, tetapi Islam mengakui hak individul dan masyarakat.
Dari kajian-kajian yang telah dilakukan, ternyata Sistem Ekonomi
Syariah mempunyai konsep yang lengkap dan seimbang dalam segala hal kehidupan,
namun sebagian umat Islam, tidak menyadari hal itu karena masih berpikir dengan
kerangka ekonomi kapitalis-sekuler, sebab telah berabad-abad dijajah oleh
bangsa Barat, dan juga bahwa pandangan dari Barat selalu lebih hebat. Padahal
tanpa disadari ternyata di dunia Barat sendiri telah banyak negara mulai
mendalami sistem perekonomian yang berbasiskan Syariah.
Lembaga Keuangan Syariah sebagai bagian dari Sistem Ekonomi
Syariah, dalam menjalankan bisnis dan usahanya juga tidak terlepas dari
saringan Syariah. Oleh karena itu, Lembaga Keuangan Syariah tidak akan mungkin
membiayai usaha-usaha yang di dalamnya terkandung hal-hal yang diharamkan,
proyek yang menimbulkan kemudharatan bagi masyarakat luas, berkaitan dengan
perbuatan mesum/ asusila, perjudian, peredaran narkoba, senjata illegal, serta
proyek-proyek yang dapat merugikan syiar Islam. Untuk itu dalam struktur
organisasi Lembaga Keuangan Syariah harus terdapat Dewan Pengawas Syariah yang
bertugas mengawasi produk dan operasional lembaga tersebut.
Dalam operasionalnya, Lembaga Keuangan Syariah berada dalam koridor-koridor
prinsip-prinsip:
Dalam operasionalnya, Lembaga Keuangan Syariah berada dalam koridor-koridor
prinsip-prinsip:
1. Keadilan, yakni berbagi keuntungan atas dasar penjualan riil
sesuai kontribusi dan resiko masing-masing pihak
2. Kemitraan, yang berarti posisi nasabah investor (penyimpan
dana), dan pengguna dana, serta lembaga keuangan itu sendiri, sejajar sebagai
mitra usaha yang saling bersinergi untuk memperoleh keuntungan;
3. Transparansi, lembaga keuangan Syariah akan memberikan
laporan keuangan secara terbuka dan berkesinambungan agar nasabah investor
dapat mengetahui kondisi dananya;
4. Universal, yang artinya tidak membedakan suku, agama, ras,
dan golongan dalam masyarakat sesuai dengan prinsip Islam sebagai rahmatan lil
alamin.
Lembaga Keuangan Syariah, dalam setiap transaksi tidak mengenal
bunga, baik dalam menghimpun tabungan investasi masyarakat ataupun dalam
pembiayaan bagi dunia usaha yang membutuhkannya. Menurut Dr. M. Umer Chapra ,
penghapusan bunga akan menghilangkan sumber ketidakadilan antara penyedia dana
dan pengusaha. Keuntungan total pada modal akan dibagi di antara kedua pihak
menurut keadilan. Pihak penyedia dana tidak akan dijamin dengan laju keuntungan
di depan meskipun bisnis itu ternyata tidak menguntungkan.
Sistem bunga akan merugikan penghimpunan modal, baik suku bunga
tersebut tinggi maupun rendah. Suku bunga yang tinggi akan menghukum pengusaha
sehingga akan menghambat investasi dan formasi modal yang pada akhirnya akan
menimbulkan penurunan dalam produktivitas dan kesempatan kerja serta laju
pertumbuhan yang rendah. Suku bunga yang rendah akan menghukum para penabung
dan menimbulkan ketidakmerataan pendapatan dan kekayaan, karena suku bunga yang
rendah akan mengurangi rasio tabungan kotor, merangsang pengeluaran konsumtif
sehingga akan menimbulkan tekanan inflasioner, serta mendorong investasi yang
tidak produktif dan spekulatif yang pada akhirnya akan menciptakan kelangkaan
modal dan menurunnya kualitas investasi.
Ciri-ciri sebuah Lembaga Keuangan Syariah dapat dilihat dari
hal-hal sebagai berikut:
1. Dalam menerima titipan dan investasi, Lembaga Keuangan Syariah harus sesuai dengan fatwa Dewan Pengawas Syariah;
1. Dalam menerima titipan dan investasi, Lembaga Keuangan Syariah harus sesuai dengan fatwa Dewan Pengawas Syariah;
2. Hubungan
antara investor (penyimpan dana), pengguna dana, dan Lembaga Keuangan Syariah
sebagai intermediary institution, berdasarkan kemitraan, bukan hubungan
debitur-kreditur;
3. Bisnis Lembaga Keuangan Syariah bukan hanya berdasarkan profit orianted, tetapi juga falah orianted, yakni kemakmuran di dunia dan kebahagiaan di akhirat;
3. Bisnis Lembaga Keuangan Syariah bukan hanya berdasarkan profit orianted, tetapi juga falah orianted, yakni kemakmuran di dunia dan kebahagiaan di akhirat;
4. Konsep yang
digunakan dalam transaksi Lembaga Syariah berdasarkan prinsip kemitraan bagi
hasil, jual beli atau sewa menyewa guna transaksi komersial, dan
pinjam-meminjam (qardh/ kredit) guna transaksi sosial;
5. Lembaga
Keuangan Syariah hanya melakukan investasi yang halal dan tidak menimbulkan
kemudharatan serta tidak merugikan syiar Islam
Dalam membangun sebuah usaha, salah satu yang dibutuhkan adalah
modal. Modal dalam pengertian ekonomi syariah bukan hanya uang, tetapi meliputi
materi baik berupa uang ataupun materi lainnya, serta kemampuan dan kesempatan.
Salah satu modal yang penting adalah sumber daya insani yang mempunyai
kemampuan di bidangnya.
Sumber Daya Insani (SDI) yang dibutuhkan oleh sebuah lembaga keuangan syariah, adalah seorang yang mempunyai kemampuan profesionalitas yang tinggi, karena kegiatan usaha lembaga keuangan secara umum merupakan usaha yang berlandaskan kepada kepercayaan masyarakat.
Untuk SDI lembaga keuangan syariah, selain dituntut memiliki
kemampuan teknis perbankan juga dituntut untuk memahami ketentuan dan prinsip
syariah yang baik serta memilik akhlak dan moral yang Islami, yang dapat
dijabarkan dan diselaraskan dengan sifat-sifat yang harus dipenuhi, yakni:
· -Siddiq,
yakni bersikap jujur terhadap diri sendiri, terhadap orang, dan Allah SWT;
-Istiqomah, yakni bersikap teguh, sabar dan bijaksana;
-Istiqomah, yakni bersikap teguh, sabar dan bijaksana;
· -Fathonah,
yakni professional, disiplin, mentaati peraturan, bekerja keras, dan
inovatif;
-Amanah, yakni penuh tanggungjawab dan saling menghormati dalam menjalankan tugas dan melayani mitra usaha;
inovatif;
-Amanah, yakni penuh tanggungjawab dan saling menghormati dalam menjalankan tugas dan melayani mitra usaha;
· -Tabligh,
yakni bersikap mendidik, membina, dan memotivasi pihak lain untuk
meningkatkan fungsinya sebagai kalifah di muka bumi.
meningkatkan fungsinya sebagai kalifah di muka bumi.
Selain peningkatan kompetensi dan profesionalisme melalui
pendidikan dan pelatihan, perlu juga diciptakan suasana yang mendukung di
setiap lembaga keuangan syariah, tidak terbatas hanya pada layout serta
physical performance, melainkan juga nuansa non fisik yang melibatkan gairah
Islamiyah.
Hal ini perlu dilakukan sebagai environmental enforcement,
mengingat agar sumber daya yang telah belajar dan mendapatkan pendidikan serta
pelatihan yang baik, ketika masuk ke dalam pekerjaannya menjadi sia-sia karena
lingkungannya tidak mendukung.
Bisnis berdasarakan syariah di negeri ini tampak mulai tumbuh.
Pertumbuhan itu tampak jelas pada sektor keuangan. Dimana kita telah mencatat
tiga bank umum syariah, 78 BPR Syariah, dan lebih dari 2000 unti Baitul Mal wa
Tamwil. Lembaga ini telah mengelola berjuta bahkan bermiliar rupiah dana
masyarakat sesuai dengan prinsip syariah. Lembaga keuangan tersebut harus
beroperasi secara ketat berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Prinsip ini sangat
berbeda dengan prinsip yang dianut oleh lembaga keuangan non-syariah.
1. Larangan menerapkan bunga
pada semua bentuk dan jenis transaksi
2. Menjalankan aktivitas
bisnis dan perdagangan berdasarkan pada kewajaran dan keuntungan yang halal.
3. Mengeluarkan zakat dari
hasil kegiatannya.
4. Larangan menjalankan
monopoli.
5. Bekerja sama dalam
membangun masyarakat, melalui aktivitas bisnis dan perdagangan yang tidak
dilarang oleh Islam.
B. Lembaga Keuangan Syariah
Di atas telah disebutkan bahwa lembaga keuangan syariah bukan
hanya bank, secara garis besar dapat digambarkan di bawah ini
lembaga-lembaga keuangan syariah yang ada, yaitu:
1. Bank Syariah
i. Pengertian
Bank merupakan
suatu lembaga keuangan yang mempunyai fungsi utamanya adalah menerima simpanan
uang, meminjamkan uang, dan jasa pengiriman uang, pada awalnya
istilah bank memang tidak di dikenal di dunia islam, yang lebih dikenal
adalah jihbiz yang mempunyai arti penagih pajak yang pada waktu itu
jihbiz dikenal dengan penagih dan penghitung pajak pada benda yang
kena pajak yaitu barang dan tanah.
Pada zaman Bani
Abbasiyyah, jihbiz lebih dikenal dengan profesi penukaran uang yang pada waktu
itu diperkenalkan mata uang yang dikenal dengan fulus yang terbuat dari
tembaga, dengan adanya fulus para gubernur pemerintahan cenderung mencetak
fulusnya masing-masing sehingga akan berbeda-beda nilai dari fulus tersebut,
kemudian ada sistem penukaran uang. Selain melakukan penukaran uang jihbiz juga
menerima titipan dana, meminjamkan uang, dan jasa pengiriman uang.
ii. Sejarah
Bank Syariah
Ide untuk
menggunakan bank dengan sistem bagi hasil telah muncul sejak lama dan ditandai
dengan munculnya para pemikir islam yang menulis mengenai bank syariah, mereka
diantaranya Anwar Quraeshi (1946), Naiem Siddiqi (1948), dan Mahmud Ahmad
(1952) dan ditulis kembali secara terperinci oleh Mawdudi (1961), selain itu
tulisan-tulisan Muhammad Hamidullah pada tahun 1944-1962 bisa dikatakan sebagai
pendahulu mengenai perbankan syariah.
Perkembangan bank
syariah modern tercatat di Pakistan dan Malaysia sekitar tahun 1940, yang pada
waktu itu adalah usaha pengelolaan dana jamaah haji secara non-konvensional.
Pada tahun 1940 di Mesir didirikan Mit Ghamr Lokal Saving Bank oleh Ahmad
El-Najar yang dibantu oleh Raja Faisal dari Arab Saudi. Dalam jangka waktu
empat tahun Mit Ghamr berkembang dengan membuka sembilan cabang dengan nasabah
mencapai satu juta orang.
Gagasan lain
muncul dari konferensi negara-negara Islam se-dunia di Kuala Lumpur pada
tanggal 21-27 April 1969 yang diikuti oleh 19 negara peserta.
Di Indonesia
sendiri sudah muncul gagasan mengenai bank syariah pada pertengahan 1970 yang
dibicarakan pada seminar Indonesia-Timur Tengah pada tahun 1974 dan Seminar
Internasional pada tahun 1976. Bank syariah pertama di Indonesia adalah Bank
Muamalat yang merupakan hasil kerja tim Perbankan MUI yang ditandatangani pada
tanggal 1 Nopember 1991.
iii. Produk-produk
Bank Syariah
Secara garis
besar produk perbankan syariah dapat dibagi menjadi tiga yaitu Produk
penyaluran dana, produk penghimpunan dana, dan produk jasa yang diberikan bank
kepada nasabahnya.
· Penyaluran
Dana
o Prinsip
Jual Beli (Ba’i)
Jual beli
dilaksanakan karena adanya pemindahan kepemilikan barang. Keuntungan bank
disebutkan di depan dan termasuk harga dari harga yang dijual. Terdapat tiga
jenis jual beli dalam pembiayaan modal kerja dan investasi dalam bank syariah,
yaitu:
· Ba’i
Al Murabahah: Jual beli dengan harga asalditambah keuntugan yang disepakati
antara pihak bank dengan nasabah, dalam hal ini bank menyebutkan harga barang
kepada nasabah yang kemudian bank memberikan laba dalam jumlah tertentu sesuai
dengan kesepakatan.
· Ba’i
Assalam: Dalam jual beli ini nasabah sebagai pembeli dan pemesan memberikan
uangnya di tempat akad sesuai dengan harga barang yang dipesan dan sifat barang
telah disebutkan sebelumnya. Uang yang tadi diserahkan menjadi tanggungan bank
sebagai penerima pesanan dan pembayaran dilakukan dengan segera.
· Ba’i Al
Istishna: Merupakan bagian dari Ba’i Asslam namun ba’i al ishtishna biasa
digunakan dalam bidang manufaktur. Seluruh ketentuan Ba’i Al Ishtishna
mengikuti Ba’i Assalam namun pembayaran dapat dilakukan beberapa kali
pembayaran.
o Prinsip Sewa (Ijarah)
Ijarah adalah
kesepakatan pemindahan hak guna atas barang atau jasa melalui sewa tanpa
diikuti pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa. Dalam hal ini bank
meyewakan peralatan kepada nasabah dengan biaya yang telah ditetapkan secara
pasti sebelumnya.
o Prinsip Bagi Hasil (Syirkah)
Dalam prinsip
bagi hasil terdapat dua macam produk, yaitu:
· Musyarakah:
Adalah salah satu produk bank syariah yang mana terdapat dua pihak atau lebih
yang bekerjasama untuk meningkatkan aset yang dimiliki bersama dimana seluruh
pihak memadukan sumber daya yang mereka miliki baik yang berwujud maupun yang
tidak berwujud. Dalam hal ini seluruh pihak yang bekerjasama memberikan
kontribusi yang dimiliki baik itu dana, barang, skill, ataupun aset-aset lainnya.
Yang menjadi ketentuan dalam musyarakah adalah pemilik modal berhak dalam
menetukan kebijakan usaha yang dijalankan pelaksana proyek.
· Mudharabah:
Mudharabah adalah kerjasama dua orang atau lebih dimana pemilik modal
memberikan memepercayakan sejumlah modal kepada pengelola dengan perjanjian
pembagian keuntungan. Perbedaan yang mendasar antara musyarakah dengan
mudharabah adalah kontribusi atas manajemen dan keuangan pada musyarakah
diberikan dan dimiliki dua orang atau lebih, sedangkan pada mudharabah modal
hanya dimiliki satu pihak saja.
· Penghimpun
Dana
Produk
penghimpunan dana pada bank syariah meliputi giro, tabungan, dan deposito.
Prinsip yang diterapkan dalam bank syariah adalah:
o Prinsip Wadiah
Penerapan
prinsip wadiah yang dilakukan adalah wadiah yad dhamanah yang diterapkan pada
rekaning produk giro. Berbeda dengan wadiah amanah, dimana pihak yang dititipi
(bank) bertanggung jawab atas keutuhan harta titipan sehingga ia boleh
memanfaatkan harta titipan tersebut. Sedangkan pada wadiah amanah harta titipan
tidak boleh dimanfaatkan oleh yang dititipi.
o Prisip Mudharabah
Dalam prinsip
mudharabah, penyimpan atau deposan bertindak sebagai pemilik modal sedangkan
bank bertindak sebagai pengelola. Dana yang tersimpan kemudian oleh bank
digunakan untuk melakukan pembiayaan, dalam hal ini apabila bank menggunakannya
untuk pembiayaan mudharabah, maka bank bertanggung jawab atas kerugian yang
mungkin terjadi.
Berdasarkan
kewenangan yang diberikan oleh pihak penyimpan, maka prinsip mudharabah dibagi
menjadi tiga bagian, yaitu:
· Mudharabah
mutlaqah: prinsipnya dapat berupa tabungan dan deposito, sehingga ada dua jenis
yaitu tabungan mudharabah dan deposito mudharabah. Tidak ada pemabatasan bagi
bank untuk menggunakan dana yang telah terhimpun.
· Mudharabah
muqayyadah on balance sheet: jenis ini adalah simpanan khusus dan pemilik dapat
menetapkan syarat-syarat khusus yang harus dipatuhi oleh bank, sebagai contoh
disyaratkan untuk bisnis tertentu, atau untuk akad tertentu.
· Mudharabah
muqayyadah off balance sheet:Yaitu penyaluran dana langsung kepada pelaksana
usaha dan bank sebagai perantara pemilik dana dengan pelaksana usaha. Pelaksana
usaha juga dapat mengajukan syarat-syarat tertentu yang harus dipatuhi bank
untuk menentukan jenis usaha dan pelaksana usahanya.
· Jasa
Perbankan
Selain dapat
melakukan kegiatan menghimpun dan menyalurkan dana, bank juga dapat memberikan
jasa kepada nasabah dengan mendapatan imbalan berupa sewa atau keuntungan, jasa
tersebut antara lain:
o Sharf (Jual Beli Valuta Asing)
Adalah jual
beli mata uang yang tidak sejenis namun harus dilakukan pada waktu yang sama
(spot). Bank mengambil keuntungan untuk jasa jual beli tersebut.
o Ijarah (Sewa)
Kegiatan ijarah
ini adalah menyewakan simpanan (safe deposit box) dan jasa tata-laksana
administrasi dokumen (custodian), dalam hal ini bank mendapatkan imbalan sewa
dari jasa tersebut.
2. Asuransi Syariah
i. Pengertian
Kata asuransi berasal dari bahasa inggris, “insurance”. Dalam bahasa arab istilah
asuransi biasa diungkapkan dengan kata at-tamin yang
secara bahasa berarti tuma’ ninatun
nafsi wa zawalul khauf,tenangnya jiwa dan hilangnya rasa takut.
Asuransi menurut UU RI No.2 th. 1992 tentang usaha perasuransian,
yang dimaksud dengan asuransi yaitu perjanjian antara dua belah pihak atau
lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri dengan pihak tertanggung,
dengan menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian kepada tertanggung
karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau
tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung,
yang timbul dari suatu peristiwa yang tak pasti atau untuk memberikan suatu
pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seeseorang yang
dipertanggungkan.
Sedangkan pengertian asuransi syariah menurut fatwa DSN-MUI
adalah usaha saling melindungi dan tolong-menolong diantara sejumlah orang atau
pihak melalui investasi dalam bentuk asset dan atau tabarru memberikan pola
pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad yang sesuai dengan
syariah.
ii. Pendapat
Ulama Tentang Asuransi
Pada ulasan asuransi, pada awalnya para ulama berbeda pendapat
dalam menentukan keabsahan praktek hukum asuransi, disanalah menjadi
controversial, dan terhadap masalah ini dapat dipilah menjadi dua kelompok,
adanya ulama yang mengharamkan asuransi, dan ada juga yang memperbolehkan
asuransi.berikut alasan / argumentasinya :
Alasan ulama yang mengharamkan praktek asuransi, adalah :
· Asuransi
mengandung unsur perjudian yang sangat dilarang di islam
· Asuransi
mengandung unsur ketidakpastian
· Asuransi
mengandung unsur riba yang dilarang dalam islam
· Asuransi
termasuk jual-beli atau tukar-menukar mata uang tidak secara tunai
· Asuaransi
obyek bisnisnya digantungkan pada hidup matinya seseorang, yang berarti
mendahului takdir Allah SWT
· Asuransi
mengandung unsur eksploitasi yang bersifat menekan
Argumentasi ulama dalam memperbolehkan asuransi, adalah :
· Tidak
terdapat nash Al-Qur’an atau Hadist yang melarang asuransi
· Dalam
asuransi terdapat kesepakatan dan kerelaan antara kedua belah pihak
· Asuransi
menguntungkan kedua belah pihak
· Asuransi
mengandung unsur kepentingan umum, sebab premi-premi yang dapat diinvestasikan
dalam kegiatan pembangunan
· Asuransi
termasuk akad mudharobah antara pemegang polis dengan perusahaan asuransi
· Asuransi
termasuk syirikah at-ta’awuniyah, usaha bersama yang didasarkan pada prinsip
tolong-menolong
iii. Akad
Pada Asuransi Syariah
Akad pada operasional asuransi syariah dapat didasarkan pada
akad tabarru’, yaitu akad yang didasarkan atas pemberian dan pertolongan dari
satu pihak kepada pihak yang lain.
Dengan akad tabbaru’ berarti peserta asuransi telah melakukan
persetujuan dan perjanjian dengan perusahaan asuransi untuk menyerahkan
pembayaran sejumlah dana (premi) ke perusahaan agar dikelolah dan dimanfaatkan
untuk membantu peserta lain yang kebetulan mengalami kerugian. Akad tabarru’
ini mempunyai tujuan utama yaitu terwujudnya kondisi saling tolong-menolong
antara peserta asuransi untuk saling menanggung (tafakul) bersama
Akad lain yang dapat diterapkan dalam bisnis asuransi adalah
akad mudharabah , yaitu
satu bentuk akad yang didasarkan pada prinsip profit dan loss sharing atas
untung dan rugi, dimana dana yang terkumpul dalam total rekening tabungan dapat
di investasikan oleh perusahaan asuransi yang risiko investasi ditanggung
bersama antara perusahaan dan nasabah.
iv. Perbedaan
Asuransi Syariah dan Asuransi Konvensional
No.
|
Materi Pembeda
|
Asuransi Syariah
|
Asuransi Konvensional
|
1
|
Akad
|
Tolong-menolong dan
investasi
|
Jual-beli (tabaduli)
|
2
|
Kepemilikan dana
|
Dana yang terkumpul dari
nasabah (premi) merupakan milik peserta, perusahaan hanya sebagai pemegang
amanah untuk mengolahnya
|
Dana yang terkumpul dari
nasabah (premi) menjadi milik perusahaan. Perusahaan bebas untuk menentukan
investasinya
|
3
|
Investasi dana
|
Investasi dana berdasar
syariah dengan sistem bagi hasil (mudharabah)
|
Investasi dana berdasarkan
bunga (riba)
|
4
|
Pembayaran klaim
|
Dari rekening tabarru’
(dana sosial) seluruh peserta
|
Dari rekening dana
perusahaan
|
5
|
Keuntungan
|
Dibagi antara perusahaan
dengan peserta, sesuai prinsip bagi hasil
|
Seluruhnya menjadi milik
perusahaan
|
6
|
Dewan pengawas syariah
|
Ada dewan pengawas syariah
mengawasi manajemen, produk, dan investasi
|
Tidak ada
|
3.
Pasar Modal Syariah
i. Pengertian
Istilah sekuritas (securities) seringkali disebut juga dengan
efek, yakni sebuah nama kolektif untuk macam-macam surat berharga, misalnya
saham, obilgasi, surat hipotik, dan jenis surat lain yang membuktikan hak milik
atas sesuatu barang. Dengan istilah yang hampir sama, sekuritas juga dapat
dipahami sebagai promissory notes/commercial bank notes yang menjadi bukti
bahwa satu pihak mempunyai tagihanpada pihak lain. Adapun,yang
dimaksud dengan sekuritas syariah atau efek syariah adalah efek sebagaimana
dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal yang akad,
pengelolaan perusahaan, maupun cara penerbitannya memenuhi prinsip-prinsip
syariah.
Diantara bank-bank islam yang ada, terdapat dua pendapat yang
berbeda dalam menyikapi surat berharga. Pertama, mayoritas bank islam menolak
perdagangan surat berharga. Kedua, bank islam di Malaysia, dalam beberapa
kondisi termasuk juga bank islam di Indonesia, menerima transaksi surat
berharga.
Alasan penyangkalan mereka yang enolak surat berharga adalah
karena di dalamnya terkandung bai ad-dyn (jual beli utang). Sementara itu islam
secara tegas telah engharamkan jual beli utang. Reaksi yang berbeda dikemukakan
oleh pendapat kedua, yakni mereka yang mengabsahkan transaksi surat berharga.
Umumnya mereka menyandarkan pada prinsip bahwa surat berharga tersebut haruslah
di endors(dijamin) oleh pihak penerbit, kemudian surat berharga tersebut
haruslah timbul dari aktivatas yang tidak bertentangan dengan syariah. Jadi,
selama kedua hal ini tidak dilanggar, tarnsaksi surat berharga menjadi sah
karenanya.
Terlepas bagaimanapun reaksi yang diungkapkan oleh umat. Yang
pasti, islam sangat menganjurkan umatnya untuk melakukan aktifitas ekonomi
(mu’amalah) dengan cara yang benar dan baik, serta melarang penimbunan barang,
atau membiakan harta menjadi tidak produktif, sehingga aktifitas ekonomi yang
dilakukan depat meningkatkan ekonomi umat. Tujuan utamanya adalah untuk
memproleh keuntungan (falah), baik materi maupun non materi, dunia dan akhirat.
Sementara itu, segala bentuk aktivitas ekonomi yang dilakukan haruslah
berdasarkan suka sama suka, berkeadilan, dan tidak saling merugikan.
Karena itu sehubungan dengan pembahasan sekuritas syariah ini,
ada tiga kategori sekuritas. Pertama, segala jenis sekuritas yang menawarkan
predetermined fixed income tidak diperbolehkan dalam islam, karena termasuk
kategori riba. Dengan demikian, interest bearing security baik long term maupun
short term. Akan masuk daftar instrument investasi yang tidak sah. Saham
preferen (preference stock), debenture, treasury securities and consul, dan
commercial papers masuk dalam kategori ini.
Kategori kedua, sekuritas- sekuritas yang berbeda dalam grey
area (questionable) karena dicurigai sarat dengan gharar, meliputi
produk-produk derivates, seperti forward, future dan juga options.
Kategori ketiga, yakni sekuritas yang diperbolehkan, baik secara
penuh maupun dengan catatan-catatan meliputi, saham, dan islmic bonds, profit
loss sharing based, government securities, penggunaan institusi pasar sekunder
dan mekanismenya semisal margin trading. Karena sering seklai
catatan-catatannya begitu dominan.
Lembaga Zakat
i. Pengertian
Zakat dalam arti fikih berarti sejumlah harta tertentu yang
diwajibkan Allah diserahkan kepada orang-orang yang berhak. Dalam sebuah hadist
tentang penempatan Muaz di Yaman, Rasulullah berkata “Terangkan kepada mereka
bahwa Allah mewajibkan sedekah yang dikenakan pada kekayaan orang-orang kaya”.
Dalam beberapa ayat zakat diterangkan sebagai sedekah.
ii. Sejarah
Pada tahun ke-9 Hijriyah mulai ada kewajiban tentang zakat,
sedangkan shodaqoh dan fitrah pada tahun ke-2 Hijriyah. Akan tetapi ada ulama
yang berpendapat bahwa kewajiban tentang zakat ada sebelum tahun ke-9 Hijriyah.
Pada awalnya zakat bersifat sukarela dan belum ada peraturan ketentuan khusus
tentang zakat, pada tahun ke-9 Hijriyah kemudian disusun peraturan dan standar
tentang zakat karena pada waktu itu islam telah kuat. Pada masa itu pengelola
zakat tidak mendapatkan gaji resmi tapi mendapatkan bayaran dari dana tersebut.
Zakat pada masa itu merupakan salah satu pendapatan negara,
berbeda dengan pajak dan tidak diperlakukan seperti pajak. Zakat merupakan
kewajiban dan salah satu rukun islam, pengeluaran untuk zakat ada pada Al Quran
surat At taubah ayat 60.
Pada
zaman Rasulullah zakat dikenakan pada benda-benda berikut:
a. Benda logam yang
terbuat dari emas dan perak seperti koin, perkakas, ornamen, atau dalam bentuk
lainnya.
b. Binatang ternak seperti
unta, sapi, domba, dan kambing.
c. Berbagai jenis
barang dagangan termasuk budak dan hewan.
d. Hasil pertanian termasuk
buah-buahan.
e. Luqta, harta benda yang ditinggalkan musuh.
f. Barang temuan.
iii. Perbedaan
zakat dengan pajak
Berikut adalah tabel perbedaan zakat dengan pajak:
ZAKAT
|
PAJAK
|
a. Merupakan
kewajiban agamadan merupakan salah satu bentuk ibadah.
b. Diwajibkan
kepada seluruh umat islam saja di suatu negara.
c. Kewajiban
agama bagi umat islam yang harus dibayar dalam keadaan seperti apapun.
d. Sumber
dana besar zakat ditentukan berdasarkan kitab suci Al Quran dan Sunnah dan
tidak boleh diubah oleh seseorang maupun pemerintah.
e. Butir-butir
pengeluaran dan orang-orang yang berhak menerima harta zakat juga dinyatakan
oleh Al Quran dan Sunnah zakat diperoleh dari orang berharta dan diterima
kepada golongan yang ditentukan Al Quran dan Al Hadist.
f. Zakat
dikenakan bukan terhadap uang saja tetapi juga terhadap baranag-barang
komersil, hasil pertanian, barang tambang, dan ornamen.
|
1. Merupakan kebijakan ekonomi yaang diterapkan untuk
memperoleh pendapatan pemerintah.
2. Dikenakan kepada seluruh masyarakat tanpa mempertimbangkan
agama maupun ras.
3. Dapat ditangguhkan oleh pemerintah yang berkuasa.
4. Besarnya pajak dapat diubah dari waktu ke waktu berdasarkan
keperluan pemerintah suatu negara.
5. Pemebelanjaan pajak biasanya dapat diubah atau dimodifikasi
menurut kebutuhan pemerintah.
6. Pajak biasa memberikan manfaat kepada orang kaya sekaligus
orang miskin.
7. Pajak dikenakan terhadap uang.
|
iv. Organisasi
lembaga pengelola zakat
UU RI Nomor 38 tahun 1998 tentang pengelolaan zakat Bab III
pasal 6 dan 7 menyatakan bahwa lembaga pengelola zakat di Indonesia terdiri
dari dua macam, yaitu Badan Amil Zakat (BAZ) yang dibentuk oleh pemerintah dan
Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang dibentuk oleh masyarakat.
No comments:
Post a Comment