Tuesday 13 October 2015

ISLAM DAN EKONOMI



BAGIAN 1
MENGAPA ISLAM


A.     Islam Agama Sempurna dan universal
Masih banyak manusia di dunia tidak memahami apa sebenarnya agama Islam. Padahal banyak pula manusia mengaku beragama Islam. Sebagai contoh dala kitab Produk-produk Lembaga Keuangan Syari’ah disusun oleh Dr. H. Rohadi Abdul Fatah, Drs. H. Muhyiddin, H. Mat Achwani, H. NurKhazin, H. Ahmad Rifa’i, dan Ali Fauzan yang merupakan tim penyusun mengatakan; “sebagian kalangan masih beranggapan bahwa Islam sebagai penghambat kemajuan pembangunan (an obstacle to economic growth)”.[1] Pemahaman seperti ini merupakan pemahaman keliru, sebab jika dilihat perkataan qur’an, yaitu firman Allah tentang Perbedaan Pendapat tentang agama, dijelaskan dalam surah Al-Imran yaitu surah ke 3 ayat 19 berbunyi;

اِنَّ الدِّيْنَ عِنْدَ اللّهِ الْاِسْلَامُ قلى وَمَا اخْتَلَفَ الَّذِيْنَ اَوْتُوْا الْكِتَابَ إِلَّا مِنْمبَعْدِمَا جَاءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًام بَيْنَهُمْقلى وَمَنْ يَّكْفُرْ بِاَيَاتِ اللهِ فَاِنَّ اللهَ سَرِيْعُ الْحِسَابِ
Artinya: “sesungguhnya agama disisi Allah ialah Islam. Tidaklah berselisih orang-orang yang telah diberi kitab kecuali mereka telah memperoleh ilmu, karena kedengkian diantara mereka. Barang siapa ingkar terhadap ayat-ayat Allah, maka sungguh, Allah sangat cepat perhitungan-nya.” (Qur’an; 3:19).[2]

Ayat diatas menjelaskan tentang perselisihan agama, karena pemahaman manusia terhadap Islam yang berbeda. ini disebabkan karena ilmu, dan ketauhidan yang mengalami problem.
Dalam tafsir Jalalain dari Jalaluddin As-Suyuthi dan Jalaluddin Muhammad Ibnu Ahmad Al-Mahally, agama yang dimaksud adalah agama Islam dan syariat yang dibawah oleh setiap nabi dan rasul akan di ridhai, dengan penafsiran pada kalimat {اِنَّ الَّذِيْنَّ عِنْدَ اللهَ الْاِسْلَامُ}
(sesungguhnya agama disisi Allah ialah Islam). Maksud kalimat bahwa “sesungguhnya agama yang diridhoi Allah adalah agama Islam, yakni syariat yang dibawah oleh para Rosul dan dibina atas dasar ketauhidan. { وَمَااخْتَلَفَ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتَابَ}  (tidaklah berselisih orang-orang yang telah diberi kitab). Maksud kalimat bahwa “Tidaklah berselisih orang-orang yang diberi kitab, yakni orang-orang Yahudi dan Nasrani dalam agama, sebagian mereka mengakui bahwa merekalah yang beragama tauhid sedangkan lainnya kafir. { اِلَّامِنْم بَعْدِمَا جَاءَهُمُ الْعِلْمُ} (kecuali setelah mereka memperoleh ilmu). Maksud kalimat ini adalah memperoleh ilmu ketauhidan bagi orang-orang kafir, namun masih ada ingkar terhadap ayat-ayat Al-Qur’an. Maka Allah memperingatkan terhadap orang kafir tersebut bahwa Allah sangat cepat perhitungannya (pembalasan-nya berupa azab).
Begitupun juga mengenai pemahaman Islam, bukanlah sebagai penghambat pembangunan. Islam adalah system syari’at yang diturunkan Allah kepada hambanya melalui utusannya Muhammad saw. dengan maksud memberikan kemaslahatan secara khaffah baik dunia maupun akhirat, sebagaimana dalam Al-Qur’an surah Al-Baqoroh ayat 30 menjelaskan dengan berbunyi:

وَاِذْقَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَئِكَةِ اِنِّ جَاعِلٌ فِيْ الْاَرْضِ خَلِيْفَةً قلى قَالُوْا اَتَجْعَلُ فِيْهَا مَنْ يُّفْسِدُ فِيْهَا وَيَسْفِكُ الدِّمّا ج وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ قلى قَالَ اِنِّيْ اَعْلَمُ مَالَاتَعْلَمُوْنَ

Artinya: “dan (ingatlah) ketika tuhanmu berfirman kepada para malaikat “Aku hendak menjadikan khalifah di bumi”. Mereka berkata, “Apakah engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah disana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan namamu?” Dia berfirman, “sungguh, aku mengetahui apa yang kamu tidak ketahui.”[3]

Ayat diatas para ulama menafsirkan bahwa Allah menciptakan manusia tidak untuk saling membunuh satu sama lain, tetapi Allah menciptakan untuk saling menghargai dan memelihara sesama Makhluk manusia, menjaga segala isi dalam bumi agar mereka “manusia” tidak berfikir bahwa Islam adalah penghambat pembangunan. Manusia yang akan membangun pembangunan dengan ilmu yang diberikan Allah.
Cara Islam agar manusia tidak berfikir bahwa Islam adalah penghambat pembangunan, maka nabi diberikan tugas oleh Allah untuk menyampaikan pemahaman tentang islam melalui hadits dari Imam An-Nawawi yang biasa disebut dengan hadits Arba’in. Hadits Arba’in yang dimaksud tentang petunjuk memahami Islam berbunyi:

عَنْ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ اَيْضًا قَالَ : بَيْنَمَا نَحْنُ جُلُوْسٌ عِنْدَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ  ذَاتَ يَوْمٍ إِذْطَلَعَ عَلَيْنَا رَجُلٌ شَدِيْدُ بَيَاضِ الثِّيَابِ شَدِيْدُ سَوَادِالشَّعْرِ, لَايُرَى عَلَيْهِ أثَرُالسَّفَرِ وَلَا يَعْرِفُهُ مِنَّا أَحَدٌ, حَتَّى جَلَسَ اِلَى النَّبِيِّ صَلَّ اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَسْنَدَ رُكْبَتَيْهِ اِلَى رُكْبَتَيْهِ, وَوَضَعَ كَفَيْهِ عَلَى فَخِذَيْهِ, وَقَالَ: يَامُحَمَّدُ أَخْبِرْنِيْ عَنِ الْأِسْلَامِ, فَقَالَ رَسُوْلَ اللَهِ صَلَّ اللَهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: الاءِسْلَامُ أَنْ تَسْهَدَ أَنْ لَااِلٰهَ اِلَّا اللَهُ وَاَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللَهِ, وَتُقَيْمَ الصَّلَاةَ, وَتُؤْتِيَ الزَّكَاةَ, وَتَصُوْمَ رَمَضَانَ, وَتَحُجَّ الْبَيْتَ اِنِسْتَطَعْتَ اِلَيْهِ سَبِيْلًا. قَالَ: صَدَقْتَ. فَعَجِبْنَا لَهُ يَسْأَ لُهُ وَيُصَدِّقُهُ. قَالَ : فَأَخْبِرْنِيْ عَنِ الْٳِيْمَانِ, قَالَ : أَنْ تُؤْمِنَ بِاللَهِ, وَمَلَا ئِكَتِهِ, وَكُتُبِهِ, وَرُسُلِهِ, وَالْيَوْمِ الْا︠خِرِ, وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرَهِ وَشَرِّهِ. قَالَ: صَدَقْتَ. قَالَ : فَأَحْبِرْنِيْ عَنِ الْٳِحْسَانِ, قَالَ : أَنْ تَعْبُدَ اللَهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَٳِنْ لَّمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَٳِنَّهُ يَرَاكَ. قَالَ : أفَأَخْبِرْنِيْ عَنِ السَّاعَةِ قَالَ : مَا الْمَسْؤُوْلُ عَنْهَا بِأَعْلَمَ مِنَ السَّائِلِ. قَالَ : فَأَخْبِرْنِيْ عَنْ أَمَارَاتِهَا, قَالَ : أَنْتَلِدَ الْأَمَةُ رَبَّتَهَا, وَأَنْتَرَى تَرَالحُفَاةَ الْعُرَاةَ الْعَالَةَ رِعَاءَ الشَّاءِ يَتَطَاوَلُوْنَ فِ الْبُنْيَانِ, ثُمَّ اَنْطَلَقَ, فَلَبِثْتُ مَلِيًّا, ثُمَّ قَالَ : يَا عُمَرُ, أَتَدْرِيْ مَنِ السَّائِلُ ؟ قُلْتُ : اللَهُ وَرَسُوْلُهُ اَعْلَمُ. قَالَ: فَٳِنَّهُ جِبْرِيْلُ أَتَاكُمْ يُعَلِّمُكُمْ دِيْنَكُمْ. (رواه مسلم)

Artinya : “Umar bin Khathab ra. Berkata, “suatu ketika kami (para sahabat) duduk didekat Rasulullah saw.. tiba-tiba muncul kepada kami seorang lelaki mengenakan pakaian yang sangat putih dan rambutnya amat hitam. Tak terlihat padanya tanda-tanda bekas perjalanan dan tak seorangpun diantara kami yang mengenalnya. Ia segera duduk dihadapan nabi, lalu lututnya disandarkan pada lutut nabi dan meletakkan kedua tangannya diatas kedua paha Nabi, kemudian ia berkata, hai Muhammad! Beritahukan kepadaku tentang islam’. Rasulullah saw. Menjawab, ‘Islam adalah engkau bersaksi tidak ada Tuhan melainkan Allah dan sesungguhnya Muhammad adalah Rasul Allah, menegakkan shalat, menunaikan zakat,berpuasa di bulan Ramadhan dan Engkau menunaikan haji ke Baitullah jika engkau telah mampu melakukannya’. Lelaki itu berkata, ‘engkau benar’. Maka kami heran; ia yang bertanya ia pula yang membenarkannya.
                   Kemudian ia bertanya lagi, beritahukan kepadaku tentang iman’. Nabi menjawab, ‘Iman adalah engkau beriman kepada Allah, Malaikatnya, kitab-kitabnya, para Rasullnya, hari akhir dan beriman kepada takdir Allah yang baik dan yang buruk’. Ia berkata engkau benar’.
                   Di bertanya lagi, ‘beritahukan kepadaku tentang ihsan. ‘Nabi Menjawab, ‘Hendaklah engaku beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatnya, kalaupun engkau tidak melihatnya, sesungguhnya dia melihatmu.’
                   Laki-laki itu berkata lagi, ‘beritahukan kepadaku kapan terjadinya hari kiamat.’ Nabi menjawab, yang ditanya tidaklah lebih tahu daripada yang bertanya.’ Dia pun bertanya lagi, ‘beritahukan kepadaku tentang tanda-tandanya!’ Nabi menjawab, ‘jika seorang budak wanita telah melahirkan tuannya; jika engkau melihat orang yang bertelanjang kaki, tanpa memakai baju (miskin papa) serta penggembala kambing telah saling berlomba dalam mendirikan bangunan megah yang menjulang tinggi.’
                   Kemudian lelaki tersebut segera pergi. Aku pun terdiam sehingga nabi bertanya kepadaku, ‘wahai umar, tahukah engkau siapa yang bertanya tadi?’ aku menjawab, ‘Allah dan Rasulnya lebih mengetahui.’ Beliau bersabda, ‘ia adalah jibril yang mengajarkan tentang agama kalian’.” (Hadist Riwayat Muslim).[4]

Dari arti hadits diatas dapat diambil kesimpulan manusia telah dipahamkan tentang Islam melalui percakapan malaikat jibril dengan nabi Muhammad saw. Dalam percakapannya memberikan pemahaman tentang ada 6 hal harus diketahui seorang Muslim sebagai batasan minimal sahnya keimanan antara lain:
1.      Iman kepada Tuhan
Seseorang beriman kepada tuhan secara sah apabila ia telah beriman kepada Rububiyyah-nya, uluhyyah-nya, dan asma’ dan sifat-sifatnya.
2.      Iman kepada malaikat
Seseorang  beriman kepada malaikat sah jika beriman bahwa tuhan menciptakan makhluk bernama malaikat sebagai hamba yang senantiasa taat dan diantara mereka ada yang diperintah mengantar wahyu.
3.      Iman kepada kitab-kitab
Seseorang beriman kepada kitab-kitab sah jika beriman bahwa tuhan telah menurunkan kitab yang merupakan kalamnya kepada sebgaian hambanya yang berkedukukan sebagai rasul. Diantara kitab tuhan  adalah Al-Qur’an.
4.      Iman kepada para rasul
Seseorang berman kepada para rasul sah jika beriman bahwa tuhan mengutus kepada manusia sebagian dari mereka. Mereka mendapatkan wahyu untuk dismapaikan kepada manusia, dan pengutusan rasul telah ditutup dengan diutusnya Muhammas shallahu ‘alaihi wasallam.
5.      Iman kepada hari akhir
Seseorang beriman kepada hari akhir sah jika beriman bahwa tuhan membuat sebuah masa sebagai tempat dihisabnya manusia, mereka dibangkitkan dari kubur dan dikembalikan kepada-nya untuk mendapatkan kebaikan atas kebaikannya dan balasan kejelekan atas kejelekannya, orang baik mukmin masuk surge dan yang buruk “kafir masuk neraka. ini terjadi dihari Akhir.
6.      Iman kepada taqdir
Seseorang beriman kepada taqdir sah jika beriman kepada tuhan bahwa tuhan telah mengilmui segala sesuatu sebelum terjadinya.[5] kemudian, Tuhan menentukan dengan kehendaknya. Semua yang akan terjadi tuhan telah menentukan sebelum terjadinya.
Selanjutnya kata “ihsan” adalah bentuk pengabdian kepada tuhan dalam beridah, sebagaimana dalam arti hadits diatas bahwa rasul menjawab ketika ditanya oleh malaikat jibril dengan jawaban “hendaklah engkau beibadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatnya, kalaupun engkau tidak melihatnya, sesungguhnya dia melihatmu.”.
Ihsan dalam konteks muamalah hakikatnya manunaikan hak-hak sesama dan tidak menzaliminya, karena wujud sesama berbeda-beda, maka bentuk ihsannya pun berbeda-beda sesuai dengan keadaannya masing-masing. Adapun pelajaran terdapat dalam hadits menurut Imam An-Nawawi Rahimahumullah antara lain:
1.      Disunnahkan untuk memperhatikan kondisi  pakaian, penampilan dan kebersihan, khususnya jika menghadapi ulama, orang-orang mulia dan penguasa.
2.      Siapa yang menghadiri majlis ilmu dan menangkap bahwa orang–orang yang hadir butuh untuk mengetahui suatu masalah dan tidak ada seorangpun yang bertanya, maka wajib baginya bertanya tentang hal tersebut meskipun dia mengetahuinya agar peserta yang hadir dapat mengambil manfaat darinya.
3.      Jika seseorang yang ditanya tentang sesuatu maka tidak ada cela baginya untuk berkata: “Saya tidak tahu“,  dan hal tersebut tidak mengurangi kedudukannya.
4.      Kemungkinan malaikat tampil dalam wujud manusia.
5.      Termasuk tanda hari kiamat adalah banyaknya pembangkangan terhadap kedua orang tua. Sehingga anak-anak memperlakukan kedua orang tuanya sebagaimana seorang tuan memperlakukan hambanya.
6.      Tidak disukainya mendirikan bangunan yang tinggi dan membaguskannya sepanjang tidak ada kebutuhan.
7.      Didalamnya terdapat dalil bahwa perkara ghaib tidak ada yang mengetahuinya selain Allah ta’ala.
8.      Didalamnya terdapat keterangan tentang adab dan cara duduk dalam majlis ilmu.[6]
Kedua landasan hukum diatas tentang Islam, maka dapat disimpulkan bahwa manusia yang menganggap Islam pemgnahambat pembnagunan adalah orang yang tidak berpengetahuan tnetang ajaran Islam. Islam mengajarkan dalam melakukan semua kegiatan untuk mengigat, dan merasakan bahwa seakan-akan tuhan selalu ada disamping mengawasi segala kegiatan yang tidak sejalan dengan syari’at Islam, dengan memunculkan perasaan ini maka setiap manusia tidak akan melakukan suatu aktifitas kegiatan yang dapat merugikan dirinya sendiri dan orang lain.

B. Islamic Way Of Life (Islam System Hidup)
Manusia sebagai khalifa dimuka bumi, sebab Islam menurut Rohadi memandang bumi dengan segala isinya adalah amanah yang diberikan Tuhan pada sang khalifa yaitu manusia untuk mereka jaga, pelihara, dan menggunakannya sebaik-baiknya agar tercipta kesejahteraan dan kemaslahatan bersama semua manusia.[7]
Menurut dalam sebuah artikel ISLAMPOS.COM, untuk mencapai tujuan kesejahteraan tersebut, yang merupakan tujuan suci. Tuhan memberikan tujuan melalui para rasulnya petunjuk yang meliputi setiap kebutuhan umat manusia didunia dan akhirat kelak melalui aqidah, akhlak, dan syari’ah. Aqidah dan akhlak merupakan suatu system jalan yang bersifat konstan “tidak megalami perubahan”, berbeda halnya dengan syari’ah yang setiap masa yang berbeda maka ikut juga berubah.[8] Sebagaimana telah di sebutkan dalam surah Al-maidah ayat 48 yang berbunyi;

وَاَنْزَالْنَا اِلَيْكَ الْكِتَابَ بِا لْحَقِّ مُصَدِّقًا لِّمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ الْكِتَابِ وَمُحَيْمِنًا عَلَيْهِ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا اَنْزَلَ اللَهِ وَلَا تَتَّبِعْ اَهْوَاءَهُمْ  عَمَّا جَاءَكَ مِنَ الحَقِّ قى لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنْكُمْ شِرْعَةً وَمِنْحَاجًا قى وَلَوْشَاءَاللَهُ لَجَاءَلَكُمْ اُمَّةَ وَّاحِدَةً وَلَاكِنْ لِّيَبْلُوَكَمْ فِيْ مَا اَتَاكُمْ فَسْتَبِقُوْا الخَيْرَاتِ قى اِلَ اللَهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيْعًا فَيُنَبِّعُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ فِيْهِ تَحْتَلِفُوْنَلا 

Artinya : dan kami telah menurunkan kitab (al-qur’an) kepadamu (Muhammad) dengan membawa kebenaran, yang membenarkan kitab yang diturunkan sebelumnya dan menjaganya, maka petuskanlah perkara mereka menurut apa yang diturunkan Allah dan janganlah kamu mengikuti keinginan mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk setiap umat diantara kamu, kami berikan aturan dan jalan yang terang, kalau Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikannya satu umat (saja), tetapi Allah Hendak Menguji kamu terhadap karunia yang telah diberikannya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah kamu semua kembali, lalu diberitakannya kepadamu terhadap apa yang dahulu kamu perselisihkan.”[9]

       Selanjutnya berbicara tentang kesejahtaraan, maka manusia akan dituntun untuk menafkahkan hartanya menurut hokum-hukum yang telah disyariatkan Allah, karenanya manusia tidak boleh kikir dan boros. Demikian pula yang dikutip dalam bukunya Veithzal Rivai mengatakan bahwa dalam Firman Allah Tuhan Yang Maha Esa surah Albaqarah Al-Ma’arij ayat 24 sampai pada ayat 25 berbicara tentang pentingnya memberikan nafkah dengan bunyi;

وَالَّذِيْنَ فِيْ اَمْوَالِهِمْ حَقُّمْ مَّعْلُوْمٌ, لِلسَائِلِ وَالْمَحْرُوْمٌ

Artinya: “dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu, bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak meminta.”

Dalam ayat diatas Veithzal Rivai memberikan Kesimpulan bahwa tata nilai ajaran Islam adalah
1.      Kesejahtaraan diakhirat lebih utama dari kesejahteraan di dunia, namun manusia tidak boleh melupakan banyaknya atas kenikamtan dunia.
2.      Namun dilain pihak, kenikmatan dunia tidak boleh membuat manusia melupakan kewajibannya sebagai abdi Allah Tuhan Yang Maha Esa dan sebagai khalifah didunia.
3.      Menusia tidak akan memperoleh kecuali yang diusahakannya, dan Allah Tuhan Yang Maha Esa menjamin akan mendapat balasan yang sempurna.
4.      Dalam setiap rahmat dari Allah Tuhan Yang Maha Esa berupa harta yang diterima oleh manusia, terdapat hak orang lain. Oleh karena itu harta harus dibersihkan dengan mengeluarkan zakat, infaq, dan sedekah.[10]
Selain landasan hukum  diatas adala pula terdapat dalam Qur’an surah Al-Qashosh ayat 77 yang berbinuyi:
وَابْتَغِ فِيْمَااٰتٰكَ اللٰهُ الدَّارَ الْاٰخِرَةَ وَلَاتَنْسَ نَصِيْبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَاَحْسِنْ كَمَا اَحْسَنَ اللٰهُ اِلَيْكَ وَلَاتَبْغِ الْفَسَادَ فِيْ الْاَرْضِ قلى اِنَّ اللٰهَ لَايُحِبُّ الْمُفْسِدِيْنَ ﴿٧٧﴾
Artinya: “Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia dab berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagimana Allah telah berbuat baik kepadamu dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sungguh Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan.”.
Dari ayat diatas Islam memperingatkan kepada manusia, jangan sampai melupakan akhirat dan dunia. Menurut pendapat A. Qodri Azizy yang merupakan mantan Rektor IAIN Walisongo Semarang bahwa kebaikan dunia tidak bisa lepas dari terwujudnya kualitas hidup yang meliputih kesejahteraan harta.
A. Qodri Azizy menyebut bahwa ayat Al-Qashash merupakan dalil yang lebih pas dan sering dijadikan dalil untuk memperoleh kesejahteraan ekonomi. Ayat ini mempunyai kandungan yang dalam sekali sehingga ia harus memaknai setidaknya mencakup antara lain:
1.      Masalah keduniaan, tercakup di dalamnya berusaha untuk kaya, mempunyai bobot yang besar dalam ajaran Islam,tidak sekedar suplemen sebagaimana anggapan umum selama ini.
2.      bukan saja memberi pelajaran tentang keseimbangan mengenai keakhiratan dan keduniaan. namun sekaligus penuh muatan etika agar dalam memperoleh harta itu tetap menjaga perbuatan kebaikan terhadap orang atau menjaga hak-hak asasi orang lain: tidak serakah,tidak dengan merampas hak orang lain, tidak zalim, dan tidak merugikan orang lain.
3.      Lebih dari itu bukan saja kebaikannya hanya bernilai perorangan, sekaligus larangan Allah dari perbuatan kerusakan bumi.
4.      Jadi, harta itu harus diperoleh dengan cara yang benar tidak dengan merugikan orang lain dan tidak pula dengan membuat kerusakan bumi (termasuk harus menjaga lingkungan).
5.      Termasuk ajaran pundamental dalam Islam, yakni bahwa segala perbuatan dan prestasi mempunyai konsekuensi diakhirat,sehingga dalam pengelolaannya dan pemanfaatannya harus pula mempunyai tujuan akhir berupa akhirat tadi.
6.      Sedang dalam upaya serius dalam urusan ibadah keakhiratan – katakanlah ibadah “mahdhah” kepada Allah – pun masih selalu harus ingat urusan keduniaan-katakanlah harta kekayaan. Jadi justru urusan keduniaan, termasuk didalamnya masalah kekayaan, jangan sampai dilupakan. Ini memberi penekanan begitu pentingnya urusan keduniaan, sampai-sampai sedang dalam urusan keakhiratan pun jangan sampai dulipakan.
7.      Suruhan Allah untuk berbuat baik kepada orang lain, sehingga upaya memperoleh harta harus pula dibarengi dengan niat agar ada manfaat bagi orang lain.
8.      Larangan Allah berbuat karusakan di muka bumi juga memberi bobot lebih berrat terhadap urusan keduniaan. Ini menambah argumentasi begitu pentingnya urusan keduniaan, yang mencakup kemanusiaan dan tidak dapat lepas dari masalah harta kekayaan untuk kesejahteraan
Dari 8 makna ini menyimpulkan bahwa ayat ini bukanlah dalil penghambat terhadap kemajuan keduniaan dan harta kekayaan, akan tetapi dari ayat ini menunjukkan bahwa dengan kemajuan harta kekayaan maka secara langsung dapat terjadi kemajuan pembangunan, sehingga dapat tercipta kekayaan seluruh umat manusia (profit dunia dan akhirat).[11]



C.   Islam Mengajarkan Berekonomi
Menurut Qodri Azizy, dalam bukunya “Membangun Fondasi Ekonomi Umat, Meneropong Prospek Berkembangnya Ekonomi Islam” mengatakan bahwa Islam mempunyai watak cosmopolitan, serta Islam juga dalam isi ajarannya mengandung nilai-nilai universal, dan Islam juga pada hakikatnya mengajak untuk kemajuan, prestasi, kompetisi sehat, dan pada intinya untuk memberi rahmat pada alam semesta sebagaimana dalam Al-Qru’an surah Al-Anbiya’, yaitu surah ke 21 pada ayat 107 berbunyi:
وَمَااَرْسَلْنٰكَ اِلَّارَحْمَةً لِلعٰلَمِيْنَ ﴿١٠٧﴾
Artinya: “Dan kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam.”

Dalam surah al-anbiya’ diatas  para ulama menafsirkan bahwa nabi Muhammad saw

D.   Islam Memerintahkan Berjihad
Jihad adalah kewajiban setiap muslim dalam membela ajaran agama, karena itu berhijab tidak memandang bahwa berjihad hanya berperang melawang para musuh dengan pedang. Namun menurut dalam kitab quraish shihab adapula keasalah pahaman tentang jihad, sebab kata jihad terucap saat perjuagan fisik sehingga diidentikkan dnegan perlawanan bersenjata, karena jihad disuburkan oleh terjemahan keliru terhadap ayat-ayat al-qur’an yang berbicara tentang jihad, dengan “anfus” dan benda. Kata anfus menurut (Quraish shihab), seringkali diterjemahkan dengan jiwa. Terjemahan Al-Qur’an departeman agama pun juga mengartikannya dengan jiwa. Hal ini dapat dilihat dalam qur’an surah Al-Anfal yang berbunyi:
اِنَّ الَّذِّيْنَ اٰمَنُوْا وَهَاجَرُوْا وَجَاهَدُوْا بِاَمْوَالِهِمْ وَاَنْفُسِهِمْ فِيْ سَبِيْلِ اللَّهِ وَالَّذِيْنَ اٰوَوْا وَّنَصَرُوْﺁاُولٰئِك بَعْضُهُمْ اَوْلِيَاءُبَعْضٍ قى

Artinya:“sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijarah serta berjihad dengan harta dan jiwanya pada jalan Allah dan orang-orang yang memberikan tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada muhajirin), mereka itu satu sama lain sama melindungi.”.(QS. Al-Anfal: 72).


[1]Rohadi Abdul Fatah, Produk-produk Lembaga Keuangan Syari’ah, (Jakarta: Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syari’ah tahun 2010), hlm. 1
[2]Firman Allah, Qur’an Surah Al-Imran ayat 19.
[3]Firman Allah Surah Al-Baqoroh ayat 30, ibid
[4]Iman An-Nawawi, Muhil Dhofir Lc. (terj.), Terjemah Hadits Arba’in An-Nawawi, (Jakarta: Al-I’tishom, 2001), hlm. 7 – 11.
[5]Abu Isa Abdulloh bin Salam (Staf Pengajar Ma’had Ihyaus Sunnah, Tasikmalaya), Ringkasan Syarah hadits Arba’in An-nawawi, Hadits Web; kumpulan dan Referensi, sumber http://O pi.110 mb.com
[6]Imam An-Nawawi, Matan dan Syarah; Arba’in Anwawi, (Malang: Dzulhijjah 1427 Hijriyah- 2006 M, sumber Hadits Digital
[7]Rohadi Abdul Fatah, Op. Cit., hlm.1
[9]Firman Alloh, Qur’an Surah Al-Maidah Ayat 48 Jus Ke 6.
[10]Veithzal Rivai, Amiur Nuruddin, Faisar Ananda Arfa, Islamin Business And Ekonomic Ethics; mengacu Pada Al-qur’an Dan Mengikuti Jejak Rasulullah saw. Dalam Bisnis, Keuangan, dan Ekonomi, Cet. 1, (Jakarta; PT Bumi Aksara, 2012), hlm. 23.
[11]A. Qodri Azizy, membangun Fondasi Ekonomi Umat; Meneropong Prospek Berkembangnya Ekonomi Islam, Cet. Ke 2, (yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), hlm. 25 – 27.

No comments:

Post a Comment